Judicial review merupakan mekanisme hukum yang diberikan pada masyarakat untuk menguji kesesuaian peraturan dalam perundang-undangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Melalui judicial review, masyarakat memastikan bahwa hukum tidak melanggar hak konstitusional warga negara dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Dalam artikel ini akan dijelaskan secara rinci cara mengajukan judicial review mulai dari awal hingga putusan.
Dasar Hukum Judicial Review
Dalam menjalankan judicial review ada beberapa dasar hukum yang perlu diperhatikan diantaranya adalah:
- Pasal 24A ayat (1) dan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945
- UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
- UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung
- UU No. 12 Tahun 2011 jo. UU No. 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Jenis Judicial Review di Indonesia
Di Indonesia, judicial review dibagi menjadi dua. Pertama adalah judicial review oleh Mahkamah Konstitusi yang menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Permohonan pengajuan kembali atau judicial review hanya boleh dilakukan pihak atau klien yang merasa haknya telah dirugikan karena peraturan dalam perundang-undangan yang ada di bawah undang-undang (UU). Pihak tersebut adalah warga negara Indonesia (WNI) perorangan, badan hukum publik atau badan hukum privat, dan kesatuan masyarakat hukum adat.
Kedua adalah judicial review oleh Mahkamah Agung yang menguji peraturan di bawah undang-undang (Peraturan Pemerintah, Permen, Perda) terhadap undang-undang yang lebih tinggi). Pemohon judicial review oleh MA adalah mereka baik perorangan (WNI) atau badan hukum perdata yang merasakan kerugian karena peraturan yang berlaku di bawah undang-undang. Kerugian yang dimaksud disini harus bersifat aktual dan spesifik, serta memiliki hubungan sebab akibat antara kerugian dengan pemberlakuan undang-undang tersebut.
Cara Mengajukan Judicial Review
Seorang klien dapat mengajukan judicial review dengan bantuan seorang pengacara. Seorang pengacara dapat menawarkan alternatif penyelesaian, seperti mengajukan banding atas keputusan tersebut ke pengadilan yang lebih tinggi. Langkah-langkah untuk mengajukan judicial review adalah sebagai berikut:
Persiapan Administrasi
- Persiapan
Dalam hal ini pemohon harus menyiapkan dokumen permohonan, identifikasi masalah hukum dan melakukan pengumpulan bukti yang relevan. Pemohon juga harus menyiapkan salinan dokumen digital dan fisik yang dibutuhkan.
- Menyusun Permohonan
Penyusunan permohonan bisa dilakukan mandiri atau dengan bantuan pengacara. Surat permohonan harus memuat identitas pemohon seperti nama dan alamat, legal standing atau posisi hukum secara jelas tentang materi muatan ayat, kemudian pasal, lalu bagian dari peraturan perundang-undangan yang dianggap bertentangan; posita atau dasar argumen, serta petitum atau tuntutan.
- Bukti Pendukung
Dalam permohonan, pemohon juga harus memiliki bukti-bukti pendukung. Semua bukti akan dilampirkan ke dalam permohonan dalam jumlah rangkap dan sesuai aturan yang berlaku. Misalnya untuk pengajuan ke MK, pengacara menyediakan 12 rangkap.
Pengajuan ke MK
Pengajuan permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang dapat dilakukan secara langsung atau online. Pengajuan secara offline atau secara langsung dengan menyerahkan langsung ke kepaniteraan MK. Namun, jika permohonan diajukan secara online, pemohon dapat melakukannya secara daring lewat Sistem Informasi Manajemen Penerimaan Permohonan Perkara (SIMPEL) di laman Mahkamah Konstitusi.
Berikut tahapan pengajuan judicial review ke MK:
- Persiapan dan Penyusunan Permohonan
Pemohon akan menyiapkan permohonan tertulis dalam bentuk naskah resmi yang ditandatangani. Dalam permohonan tersebut akan memuat identitas lengkap dari pemohon, pasal atau ayat dalam undang-undang yang akan diujikan, alasan pengujian, kerugian yang dialami, bukti pendukung lainnya seperti saksi, dokumen, atau data yang relevan.
- Pendaftaran ke MK
Permohonan diajukan ke Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi yang ada di Jakarta. Proses pemeriksaan kelengkapan administrasi dari permohonan bersifat terbuka dan dapat terselenggara lewat forum konsultasi oleh talon Pemohon dan Panitera. Petugas kepaniteraan dapat memeriksa kelengkapan alat bukti yang dapat mendukung permohonan. Penyerahan permohonan serta daftar alat bukti akan disertai salinan berbentuk dokumen digital melalui aplikasi doc. dan pdf. Semuanya ditempatkan dalam satu unit penyimpanan data yang dapat berupa flash disk atau file yang dikirim secara daring.
Jika berkas permohonan telah lengkap, maka dinyatakan diterima Petugas Kepaniteraan yang akan memberikan Akta Penerimaan Berkas Perkara kepada Pemohon. Tetapi jika belum lengkap, maka kelengkapan permohonan harus dipenuhi maksimal tujuh hari kerja sejak penerimaan Akta Pemberitahuan Kekuranglengkapan Berkas.
Jika telah lengkap, pemohon nantinya akan menerima APP (Akta Penerimaan Permohonan) sebagai tanda registrasi yang resmi. Selanjutnya berkas perkara akan memperoleh No. Perkara.
- Pemeriksaan Pendahuluan
Hakim MK akan memeriksa kelengkapan serta kejelasan dari permohonan yang diajukan. Nantinya pemohon akan diberi kesempatan (biasanya 14 hari) untuk memperbaiki permohonannya bila terdapat kekurangan.
- Pemeriksaan Persidangan
Setelah permohonan lengkap, MK akan mengadakan sidang pembuktian yang dihadiri oleh pemohon, pemerintah, DPR, atau pihak terkait lainnya. Hakim MK bertugas memeriksa bukti tertulis, mendengarkan para saksi ahli, serta menilai argumen konstitusional.
- Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH)
Tahapan selanjutnya adalah RPH dimana hakim MK akan mengadakan rapat tertutup yang membahas dan memutuskan hasil dari uji materi.
- Pembacaan Putusan
Terakhir, hakim MK akan membacakan putusan dalam sidang terbuka. Dalam pembacaan putusan ini, MK dapat menerima permohonan dengan menyatakan bahwa pasal tidak berlaku, menolak permohonan, serta tidak diterima. Apapun putusan tersebut, putusan MK bersifat final and binding, artinya tidak dapat diajukan banding.
Pengajuan ke MA
Pemohan juga bisa meminta bantuan pengacara untuk mengajukan permohonan uji materiil akan peraturan yang ada di bawah UU, contohnya Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), serta peraturan lainnya. Pendaftaran tersebut dapat dilakukan ke MA secara langsung atau lewat Pengadilan Negeri sesuai domisili.
Permohonan ke MA diatur dalam Perma No. 1 Tahun 2004 yang mengatur tentang Hak Uji Materiil dengan terminologi Permohonan Keberatan yang diajukan langsung ke MA atau lewat Pengadilan Negeri sebagai wilayah hukum kedudukan pemohon. Berikut tahapannya:
- Pengajuan ke Kepaniteraan Mahkamah Agung
Pemohon yang telah melengkapi berkas permohonan bisa langsung mengajukan ke Kepaniteraan MA di Jakarta atau melalui Pengadilan Negeri setempat. Setelah permohonan diterima, pemohon akan mendapatkan tanda terima permohonan.
- Pemeriksaan MA
MA akan melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan administrasi serta substansi permohonan. Pemeriksaan dilakukan tertulis tanpa melalui sidang terbuka seperti MK. MA juga bisa meminta keterangan tambahan dari instansi yang terkait.
- Putusan MA
Setelah pemeriksaan selesai, MA akan mengeluarkan putusan untuk menerima permohonan dan membatalkan peraturan yang diujikan, atau menolak permohonan jika ada bukti yang bertentangan. Putusan yang dikeluarkan MA sifatnya final, oleh sebab itu peraturan yang dibatalkan tidak lagi berkekuatan hukum mengikat.
Tips dan Pertimbangan Praktis
- Sebelum mengajukan permohonan, pastikan kerugian jelas dan dapat dibuktikan
- Gunakan bantuan dari ahli hukum atau advokat konstitusi agar permohonan bisa disusun dengan tepat
- Gunakanlah bukti yang relevan untuk memperkuat argumentasi
- Cantumkan dasar hukum serinci mungkin
- Perhatikan tenggat waktu perbaikan permohonan agar tidak gugur pada proses administrasi
FAQ
- Apakah warga biasa bisa mengajukan judicial review? Bisa, asal mampu membuktikan kerugian hak konstitusional yang menimpanya.
- Apakah bisa mengajukan judicial review terhadap peraturan pemerintah? Bisa, diajukan ke Mahkamah Agung
- Berapa lama proses di MK? Sekitar 3 hingga 6 bulan tergantung dari seberapa kompleks perkara yang diajukan.
- Apakah putusan bisa diajukan banding? Tidak karena sifat putusan yang final.
Judicial review merupakan proses pengadilan saat hakim tinjau legalitas dari suatu keputusan atau tindakan oleh badan publik dalam memastikan keputusan tersebut dibuat secara sah dan adil. Judicial review membutuhkan ‘kepentingan yang sesuai’ oleh klien dalam perkara tersebut. Artinya, klien tersebut sudah menempuh semua jalur banding lainnya. Setelah itu, klien harus segera mengajukan izin dari pengadilan dalam batas waktu tertentu. Proses judicial review melibatkan tahapan kompleks sehingga membutuhkan pendampingan ahli hukum berpengalaman sehingga permohonan berjalan efektif dan cepat mendapatkan putusan yang adil.
Adanya judicial review membuat masyarakat memiliki ruang untuk mengoreksi peraturan yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi lainnya, termasuk UUD 1945. Memahami prosedur cara mengajukan judicial review secara tepat membuat kita sebagai warga negara dapat memperjuangkan keadilan lewat jalur yang sah.



