Hak asuh anak menjadi salah satu permasalahan pelik dalam beberapa kasus perceraian meskipun ada pasal yang mengatur hak tersebut. Permasalahan ini muncul saat perceraian orang tua melibatkan anak yang berusia di bawah 18 tahun atau yang masih di dalam kandungan. Dalam istilah hukum internasional, hak asuh pada anak atau child custody merupakan hak dan kewajiban dari orang tua mereka untuk memberikan perlindungan dalam bentuk merawat dan mendidik, tentunya termasuk memenuhi kebutuhan anak.
Hak asuh anak sangat penting untuk dibahas setelah perceraian karena ini adalah cara yang paling tepat untuk memastikan anak tumbuh dengan kelangsungan pengasuhan, perlindungan, pendidikan, dan pemenuhan kebutuhan yang layak. Semua hal tersebut ditujukan agar mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik secara fisik maupun mental.
Dasar Hukum tentang Hak Asuh Anak
Semua tentang hak asuh anak tertuang dalam peraturan perundang-undangan yakni Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, kemudian UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak sebagai perubahan dari UU Nomor 23 Tahun 2002, juga Kompilasi Hukum Islam (KHI) bagi pasangan bercerai muslim.
Anak mendapat jaminan perlindungan untuk menikmati hak mereka untuk hidup dan berkembang secara optimal sesuai martabat kemanusiaan. Lebih dari itu, anak juga berhak mendapat perlindungan dari kekerasan serta diskriminasi.
Selanjutnya, hak anak tertuang dalam undang-undang yang mengatur hak serta kewajiban orang tua dan anak yakni UU no 1 tahun 1974 pasal 45. Disebutkan dalam ayat 1 dimana kewajiban orang tua adalah memelihara anak dan memberikan pendidikan secara layak. Sedangkan ayat 2 mengatur kewajiban orang tua yang memberikan hak tersebut hingga anak menginjak dewasa.
Selanjutnya, dalam kasus perceraian pasangan muslim, Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa anak yang belum belum berumur 12 tahun atau mumayyiz berada di bawah asuhan ibunya. Sedangkan anak yang sudah mumayyiz atau sudah berusia 12 tahun ke atas berkesempatan memilih diasuh ayah atau ibunya.
Sementara itu dalam kasus perceraian pasangan non-Muslim, penentuan hak asuh diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 299 dan Pasal 305 dimana orang tua berkewajiban memelihara serta mendidik anak-anaknya, meskipun telah bercerai.
Dasar hukum yang mengatur hak asuh pada anak dalam kasus perceraian tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 102 K/Sip/1973 tanggal 24 April 1975. Dijelaskan bahwa ibu kandung diutamakan dalam penentuan pemberian hak asuh anak, terutama mereka yang masih dibawah 12 tahun.
Prosedur Penetapan Hak Asuh Anak setelah Bercerai
- Permohonan hak asuh dapat diajukan setelah perceraian selesai atau bersamaan dengan saat gugatan cerai
- Pemohon harus menyertakan bukti yang mendukung seperti bukti keterlibatan dalam pengasuhan, lingkungan, serta kondisi ekonomi.
- Pengadilan akan melakukan mediasi hingga pemeriksaan saksi
- Hakim akan menetapkan putusan hak asuh anak berdasarkan dari kepentingan terbaik anak dan bukti yang telah disertakan.
Pembagian Hak Asuh Antara Ibu dan Ayah
Dalam proses penentuan hak asuh anak, pengadilan akan menentukan berdasarkan dari kepentingan terbaik bagi sang anak. Pada umumnya pembagian hak asuh antara ibu dan ayah yang sering diberlakukan pasca perceraian yaitu:
- Hak asuh ibu akan diberikan kepada ibu untuk anak yang berusia dibawah 12 tahun (mumayyiz) dengan anggapan karena sang ibu dapat memberikan perawatan serta kasih sayang yang maksimal secara langsung.
- Hak asuh ayah akan diberikan jika sang ibu terbukti tidak mampu secara ekonomi, moral, atau lalai dalam pengasuhan.
- Hak asuh bersama akan diberikan dengan pembagian waktu dan tanggung jawab tertentu yang telah disepakati oleh kedua orang tua.
Selain diatas, ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan hakim yaitu usia dan kondisi anak, kemampuan ekonomi orang tua, kondisi psikologis orang tua, lingkungan tempat tinggal, ikatan emosional antara orang tua dengan sang anak, riwayat kekerasan atau kelalaian dari salah satu pihak orang tua, hingga lingkungan tempat tinggal serta pendidikan orang tua.
Perselisihan yang Mungkin Timbul
Tak semua kasus perceraian berlangsung mulus, terutama jika hal ini terkait hak asuh. Kerap kali perselisihan terjadi dimana orang tua berebut hak asuh. Sebenarnya, perselisihan tentang hak asuh juga telah diatur dalam pasal 41 Undang-undang Nomor 16 tahun 2019. Pengadilan akan memberi keputusan jika terjadi perselisihan terkait penguasaan anak dari pasangan bercerai.
Perselisihan tersebut biasanya juga muncul terkait dengan hak kunjungan orang tua, dimana seringkali orang tua yang tidak mendapatkan hak asuh pun sulit untuk menemui anak mereka. Padahal, hal ini masih diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Perlindungan Anak. Pasal ini mengatur bahwa anak berhak untuk mengetahui dan berhubungan dengan orang tuanya, meskipun mereka telah bercerai.
Pasangan yang sudah bercerai tidak diperkenankan menghalangi hak kunjungan terkecuali bila terdapat alasan kuat yang bisa membahayakan keselamatan atau kesehatan mental anak. Pengadilan berhak memutuskan tentang jadwal kunjungan secara teratur untuk menjaga hubungan kekeluargaan.
FAQ Hak Asuh Anak
ntuk usia dibawah 12 tahun, hak asuh anak umumnya jatuh ke ibu, sedangkan untuk usia diatasnya anak bisa memilih salah satu antara ibu dan ayahnya
Bisa. Ayah bisa mengajukan permohonan hak asuh anak dengan melampirkan bukti-bukti pendukung.
Pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan.
Sebagai orang tua perlu memperjuangkan hak asuh untuk anak sesuai landasan hukum yang berlaku. Hak asuh anak seringkali tak dapat dihindari dalam perceraian sehingga pasangan yang memutuskan untuk bercerai perlu menggunakan jasa pengacara berpengalaman dan terpercaya. Pasalnya, hak asuh erat kaitannya dengan perkembangan generasi penerus yang membutuhkan lingkungan kondusif untuk tumbuh.



